CEO singkatan dari Chief Executive
Officer" (bahasa Indonesia: Pejabat Eksekutif Tertinggi). Ada banyak CEO
di negara kita terutama di perusahaan-perusahaan besar, meski begitu hanya
sedikit sekali CEO yang piawai dalam pekerjaan mereka. Kenyataannya hanya 1
dari 20 orang CEO berada di puncak. Dan sebagian besar tidak mengetahui apa
pekerjaan mereka sebenarnya dan hanya sedikit yang bisa melakukan dengan baik.
Pekerjaan CEO bisa dikatakan sederhana,
tetapi sama sekali tidak mudah. Seorang CEO memiiki tingkat tanggung jawab yang
tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya. Seorang CEO bisa bertanggung jawab atas
tugas-tugas operasionalisasi sehari-hari hingga tindakan yang diperlukan dalam
langkah bisnis. Dalam sebuah usaha rintisan teristimewa, peranan CEO sangatlah
krusial. Ia adalah seorang pimpinan yang bertanggung jawab atas kegagalan atau
kesuksesan sebuah perusahaan. Operasi, pemasaran, strategi, pendanaan,
penciptaan budaya perusahaan, sumber daya manusia, perekrutan tenaga kerja,
pemutusan hubungan kerja, penjualan, hubungan masyarakat, dan sebagainya. Semua
urusan tersebut umumnya ditangani oleh seorang CEO.
Itulah mengapa seorang CEO harus
dipilih dengan baik. Dan jika kita memiliki sebuah usaha dan kita ingin memilih
seseorang sebagai CEO, kita harus mengetahui syarat-syarat apa yang harus
dipenuhi seorang individu agar bisa menjalankan mandat sebagai CEO dengan baik
Eike Batista, 56
Perusahaan: EBX
Nilai bersih: $31,6 miliar (Rp 288,5 triliun)
Gaji: Tidak tersedia
Perusahaan: EBX
Nilai bersih: $31,6 miliar (Rp 288,5 triliun)
Gaji: Tidak tersedia
Eike Batista adalah pria terkaya di Amerika Selatan
dan pendiri serta CEO perusahaan EBX. Awalnya ia adalah penjual asuransi dari
rumah ke rumah sampai sekarang menjadi taipan bisnis Brasil. Batista mendapat
keuntungan dari membeli emas penambang Amazon pada awal 1980an dan mendirikan
EBX pada 1983. Perusahaan ini kini terdiri dari 10 perusahaan, lima terdaftar
di bursa efek Brasil, Bovespa. Fokus bisnis ini adalah minyak bumi, logistik,
pertambangan, real estat, dan olahraga. Saham Batista di OGX, salah satu anak
perusahaannya, kedua terbesar di Brasil, senilai $ 19,1 miliar (Rp 174,4
triliun). Sahamnya juga tersebar di MPX yang menangani energi, MMX yang
menangani pertambangan, dan ia memiliki pesawat jet Gulfstream senilai $ 61
juta (Rp 557 miliar).
Lawrence
J. Ellison, 67
Perusahaan: Oracle
Nilai bersih: $35 miliar (Rp 319,65 triliun)
Gaji 2011: $77,6 juta (Rp 708,6 miliar)
Sebagai salah satu pendiri dan CEO Oracle, Larry Ellison adalah orang terkaya keenam di dunia dan ketiga terkaya di AS, menurut Forbes. Ellison turut mendirikan Oracle pada 1977. Perusahaan itu kemudian mendapat kontrak CIA pada tahun yang sama untuk membangun sistem data. Pada 1980, perusahaan itu hanya memiliki 8 karyawan dan keuntungan kurang dari $ 1 juta. Tahun berikutnya IBM mengadopsi sistem Oracle dan penjualannya meningkat dua kali lipat sampai tujuh tahun ke depan. Saham Ellison di Oracle belum mencapai $32,8 miliar atau Rp 299,5 triliun. Sebagai penyuka olahraga layar, yacht milik Ellison, Rising Sun, adalah salah satu kapal pribadi terbesar di dunia yang nilainya mencapai $ 200 juta (Rp 1,8 triliun).
Warren
Buffett, 81
Perusahaan: Berkshire Hathaway
Nilai bersih: $44,7 miliar (Rp 408,2 triliun)
Gaji 2011: $491.925 (Rp 4,4 miliar)
Sebagai ketua dewan direksi dan CEO Berkshire Hathaway, Warren Buffett adalah CEO terkaya kedua dunia dan orang terkaya ketiga dunia. Perusahaannya termasuk American Express, Coca-Cola, Costco, dan Moody's. Buffett pernah menjadi loper koran di Omaha, Nebraska pada 1940an dan dari situ ia menghasilkan $ 5000 (Rp 45,6 juta) sehingga ia bisa meluncurkan perusahaan investasi yang kemudian 'melahirkan' Berkshire. Rumah buffett di Laguna Beach, California diperkirakan mencapai $ 2,7 juta (Rp 24,6 miliar) tapi dia diketahui selalu tinggal di rumah lamanya di Omaha sejak 1958.
Carlos
Slim, 72
Perusahaan: Grupo Carso, Telmex, America Movil
Nilai bersih: $70 miliar (Rp 639,2 triliun)
Gaji: Tidak tersedia
Selama tiga tahun berturut-turut, Slim adalah pria terkaya di dunia. Kekayaannya hampir mencapai 6 persen dari pendapatan domestik Meksiko. Slim yang keturunan Lebanon adalah ketua dewan direksi dan CEO tiga perusahaannya, raksasa telekomunikasi Telmex dan American Movil, perusahaan ponsel ketiga terbesar dunia dari segi pelanggan. Ia juga konglomerat Grupo Carso. Slim membangun kekaisarannya dengan membeli perusahaan yang bermasalah, memutarnya jadi untung. Mayoritas kekayaan Slim berasal dari sahamnya di Grupo Carso, bernilai $ 60,5 miliar (Rp 552,5 triliun). Dia juga terkenal akan koleksi benda seninya yang mencapai $ 700 juta (Rp 6,3 triliun).
Charles
G. Koch, 76
Perusahaan: Koch Industries
Nilai bersih: $24,7 miliar (Rp 225,5 triliun)
Gaji: Tidak tersedia
Charles G. Koch adalah ketua dewan direksi dan CEO Koch Industries -- salah satu perusahaan privat terbesar di Amerika Serikat sejak 1967. Pemasukan tahunan grup ini mencapai lebih dari $ 100 miliar, menurut Forbes, atau setara dengan Rp 913,2 triliun. Koch Industries didirikan oleh ayah Charles, Fred C. Koch dan teman sekelasnya, Lewis E. Winkler pada 1925 sebagai Winkler-Koch Engineering. Perusahaan ini kemudian menemukan metode yang dapat mengubah minyak menjadi menjadi bensin. Setelah Fred Koch meninggal pada 1967, dua anak laki-lakinya Charles dan David, dua-duanya insinyur, mengambilalih dan mengubah perusahaan skala menengah asal Kansas menjadi kekaisaran global dan hadir di 60 negara. Minat perusahaan berkembang ke energi, tekstil, petrokimia, serta pulp.
Sheldon
Adelson, 78
Perusahaan: Las Vegas Sands
Nilai bersih: $24,6 miliar (Rp 224,6 triliun)
Gaji 2010: $11,35 juta (Rp 103, 7 miliar)
Sheldon Adelson adalah ketua dan CEO Las Vegas Sands, salah satu perusahaan kasino yang bernilai tinggi. Adelson hidup miskin di Boston, ia kemudian bekerja di sektor keuangan sebelum mengembangkan salah satu pameran komputer terbesar di dunia, COMDEX pada 1979. Sepuluh tahun kemudian, ia membeli Sands Hotel & Casino di Las Vegas dan membangun Sands Expo & Convention Centre. Pada 1995, Adelson menjual COMDEX seharga $ 860 juta (Rp 7,8 triliun) dan membangun Venetian Resort Hotel Casino seharga $1,5 miliar atau Rp 13,69 triliun. Sejak itu, ia mengembangkan kerajaan kasinonya dan kini memiliki Sands Makau dan Venetian di Makau. Ia juga membangun kasino Marina Bay Sands di Singapura.
Lakshmi
Mittal, 61
Perusahaan: Arcelor-Mittal
Nilai bersih: $19,1 miliar (Rp 174,4 triliun)
Gaji 2011: $1,739 juta (Rp 15,8 miliar)
Lakshmi Mittal adalah pendiri dan CEO ArcelorMittal -- produsen besi terbesar di dunia. Taipan besi berusia 61 tahun ini mendirikan perusahaan pada 1976 sebagai LNM Group, berpisah dari bisnis besi keluarganya. Firma itu kemudian bergabung dengan Arcelor pada 2006 untuk membentuk ArcelorMittal. Saham Mittal sebagai ketua grup ini bernilai $ 13,2 miliar atau Rp 120,5 triliun. Rumahnya di London berharga $ 500 juta atau Rp 4,5 triliun dan yachtnya bernama Amevi berharga $ 200 juta atau Rp 1,8 triliun. Mittal juga memiliki saham 33 persen di salah satu klub sepakbola English Premier League, Queen's Park Rangers. Anak laki-laki, Aditya (di foto) adalah Chief Financial Officer sementara anak perempuannya, Vanisha, adalah salah satu dari 10 anggota dewan direksi. Pernikahan Vanisha pada 2004
Larry
Page, 39
Perusahaan: Google
Nilai bersih: $18,3 miliar (Rp 167,1 triliun)
Gaji 2010: $1.786 (Rp 16,3 juta)
Salah satu pendiri Google Larry Page adalah CEO pertama perusahaan tersebut, tapi kemudian ia mundur pada 2001 dan menjadi Presiden untuk bagian produk. Page kemudian kembali menjadi CEO tahun lalu. Orangtua Page adalah profesor komputer di University of Michigan. Page sudah bermain dengan komputer sejak usia 6 dan pada usia 12 ia tahu bahwa ia akan mendirikan sebuah perusahaan. Kekayaan Page meroket pada 2004 ketika Google menawarkan sahamnya ke publik dan mengumpulkan dana $1,7 miliar (Rp 15,5 triliun) menjadikan ini sebagai salah satu IPO terbesar buat perusahaan internet. Nilai sahamnya di Google diperkirakan mencapai $ 16,4 miliar atau Rp 149,7 triliun. Page juga memiliki sebuah yacht sepanjang 59 meter seharga $ 45 juta (Rp 410,9 miliar) bernama Senses.
Mark
Zuckerberg, 27
Perusahaan: Facebook
Perusahaan: Facebook
Nilai bersih: $18,1 miliar (Rp 165,29 triliun)
Gaji 2011: $1,49 juta (Rp 13,6 miliar)
Pada usia 27, Mark Zuckerberg adalah CEO termuda di daftar ini. Sebagai pendiri dan CEO dari jejaring sosial terbesar di dunia dengan 845 juta pengguna, Zuckberg dipastikan akan naik dalam peringkat ini saat saham Facebook dilepas ke pasar tahun ini. Sahamnya yang berjumlah 28 persen di perusahaan diperkirakan bernilai $17,9 miliar atau Rp 163,4 triliun. Penawaran saham Facebook ke publik akan menaikkan nilai Zuckerberg sampai $ 28 miliar atau Rp 255,7 triliun.
Aliko
Dangote, 55
Perusahaan: Dangote Group
Nilai bersih: $11,2 miliar (Rp 102,2 triliun)
Gaji: $16.510 (Rp 150,7 juta)
Miliuner Aliko Dangote adalah pria terkaya di Afrika menurut Forbes. Dia juga pendiri dan CEO Dangote Group, perusahan terbesar di Nigeria berdasarkan ukuran pasar, Dangote Cement. Dangote mengawali perusahaan tersebut pada 1977 sebagai perusahaan dagang beras, gula, dan semen sebelum kemudian bergerak di bidang manufaktur dan menjadi salah satu konglomerat terkaya Afrika. Grup ini kini memiliki 13 unit seperti real estat, telekomunikasi, serta minyak, dan gas bumi. Dangote Group beroperasi di 14 negara di Afrika dan mencatat penerimaan lebih dari $3 miliar (Rp 27,3 triliun) pada 2010, menurut situsnya. Mayoritas sumber kekayaan Dangote adalah sahamnya di Dangote Cement, diperkirakan bernilai $9,6 miliar (Rp 87,6 triliun). Aset kedua terbesarnya adalah perusahaan di Dangote .
CEO
INDONESIA
Direktur Utama Bank Mandiri, Zulkifli
Zaini, dinobatkan oleh jurnal ekonomi Corporate
Governance Asia sebagai the Best CEO (Investor Relations) di
Indonesia. Perhelatan pemberian penghargaan oleh media berbasis di Hong Kong
itu diselenggarakan pada Jumat, 30 Maret 2012, di Hotel Renaissance Harbour View,
Hong Kong. Zulkifli menyisihkan 40 perusahaan Indonesia, hampir semuanya sudah go public.
Bersama Zulkifli, Direktur Keuangan dan
Strategi Bank Mandiri, Pahala N. Mansury, menerima penghargaan sebagai the Best
CFO (Chief Financial Officer) di Indonesia. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan
survei yang dilakukan Corporate
Governance Asia kepada sekitar 14 ribu korporasi di 14 negara di
Asia selama kurun waktu Maret-September 2011.
Zulkifli mengatakan transparansi
informasi yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan oleh para investor agar
mereka bisa mengukur kapabilitas Bank Mandiri dalam mengeksekusi rencana dan
merealisasikan potensi bisnisnya ke depan. “Jika tidak, para investor akan lari
ke perusahaan lain yang lebih transparan,” katanya. Tahun lalu Bank Mandiri
mencatat penerimaan laba bersih sebesar Rp 12,2 triliun atau naik 33 persen
dibandingkan tahun sebelumnya. Pencapaian itu memberikan kepada para pemegang
saham laba bersih sebesar Rp 525,4 per lembar atau naik 20 persen dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Kapitalisasi pasar Mandiri per akhir
Desember 2011 mencapai Rp 157,5 triliun (US$ 17,4 triliun). Pada 2014 Bank
Mandiri menargetkan kapitalisasi pasar sebesar Rp 225 triliun. Pada Januari
tahun lalu Mandiri juga melaksanakan penerbitan saham baru (right issue). Langkah
korporasi ini menambah modal Mandiri sebesar Rp 11,68 triliun. Dengan begitu
rasio kecukupan modal (CAR) Bank Mandiri meningkat menjadi 15,34 persen pada
Desember 2011.
Angka tersebut jauh di atas persyaratan
Bank Indonesia sebesar 8 persen. Selain dua penghargaan tersebut, Bank Mandiri
juga meraih dua penghargaan lain, yakni The Best Investor Relations Company dan
The Best Investor Relations Website/Promotion.
Dua penghargaan ini diterima oleh Chief Economist Bank Mandiri Destry Damayanti dan Senior Vice President Compliance Bank Mandiri Himawan Subiantoro. Selain itu Presiden Direktur PT AKR Corporindo Tbk Haryanto Adikoesoemo juga menerima penghargaan untuk kategori the Best CEO (Investor Relations) di Indonesia.
Dua penghargaan ini diterima oleh Chief Economist Bank Mandiri Destry Damayanti dan Senior Vice President Compliance Bank Mandiri Himawan Subiantoro. Selain itu Presiden Direktur PT AKR Corporindo Tbk Haryanto Adikoesoemo juga menerima penghargaan untuk kategori the Best CEO (Investor Relations) di Indonesia.
Salah
Kelola Sektor Energi
Jumat
23 Maret 2012
M Kholid Syeirazi Sekretaris Jenderal PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak makin
bulat dengan dipercepatnya pengajuan RAPBN-P 2012 ke DPR. Harga BBM diusulkan
naik sekitar 30 persen.
Pemerintah punya alasan kuat memilih
opsi kenaikan, antara lain karena Indonesia adalah net oil importer; setiap
kenaikan harga minyak dunia berdampak pada lonjakan subsidi yang berujung pada
defisit APBN; subsidi energi cenderung tak tepat sasaran; subsidi energi
menyempitkan ruang fiskal APBN untuk mendanai pembangunan sektor produktif;
subsidi mendorong perilaku boros energi; dan subsidi menghambat program
diversifikasi energi akibat murahnya harga jual energi fosil yang tak terbarui.
Salah
kelola
Alasan-alasan ini cukup meyakinkan
secara ekonomi, tetapi tidak secara politis. Publik menilai rencana kenaikan
harga BBM adalah akibat salah kelola di sektor energi. Salah kelola itu bisa
dilihat dari beberapa fakta. Pertama, negeri ini telah merdeka 66 tahun, tetapi
88,8 persen pertambangan migas dikuasai asing. Pertamina, BUMN yang seharusnya
jadi alat negara untuk mengontrol cadangan dan produksi migas nasional, hanya
menguasai 8,8 persen dari 275 wilayah kerja pertambangan migas. Pemberlakuan UU
No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengukuhkan Indonesia sebagai
satu-satunya negara di dunia yang paling ”zalim” terhadap BUMN migas-nya.
Pertamina diposisikan sebagai operator
biasa, tidak ada bedanya dengan kontraktor asing. Untuk mengelola blok-blok
yang sudah habis kontrak, seperti Blok Mahakam yang akan habis kontrak tahun
2017, BUMN yang 100 persen sahamnya dikuasai pemerintah ini harus ”merengek-rengek”
kepada pemerintah.
Kedua, sektor perminyakan makin runyam
dengan hadirnya BP Migas sebagai pelaksana kuasa pertambangan pemerintah. BP
Migas tak bisa jadi alat negara untuk mengontrol cadangan dan produksi migas
karena dia bukan operator (badan usaha) yang terlibat langsung dalam kegiatan
eksplorasi dan produksi migas. Ia tak punya sumur, kilang, tanker, truk
pengangkut, dan SPBU, serta tidak bisa menjual minyak bagian negara sehingga
tak bisa menjamin keamanan pasokan BBM/BBG dalam negeri.
Akibatnya, definisi ”menguasai”
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 33 UUD 1945 yang mencakup fungsi mengatur,
mengurus, mengelola, dan mengawasi jadi nisbi dengan keberadaan BP Migas. Sejak
pemberlakuan UU Migas dan terbentuknya BP Migas, pemerintah hampir tiap tahun
melanggar UU karena lifting minyak sebagaimana ditetapkan UU APBN tak pernah mencapai
target. Anjloknya lifting berarti lonjakan impor dan subsidi.
Ketiga, Indonesia kaya sumber-sumber
energi, tetapi negeri ini terbenam dalam ketergantungan kepada energi fosil,
khususnya minyak bumi. Sekitar 55 persen kebutuhan energi nasional dipasok dari
minyak bumi yang membuat APBN sangat rapuh, baik ketika harga minyak dunia naik
maupun turun.
Pemanfaatan sumber energi selain minyak
belum optimal. Pemerintah kurang mendukung upaya peningkatan ketahanan energi
karena justru diekspor, seperti gas (53,11 persen) dan batubara (67,54 persen).
Pemanfaatan energi alternatif lain, seperti panas bumi, mikrohidro, biomassa,
tenaga surya, dan tenaga angin sangat minim, hanya sekitar 5,7 persen. Dalam
sepuluh tahun terakhir, program diversifikasi energi jalan di tempat.
Dilihat dari neraca produksi nasional,
total produksi energi final RI sebenarnya surplus. Indonesia memproduksi
sekitar 6 juta barrel setara minyak (BSM) per hari, terdiri dari 3 juta BSM
batubara, 1,5 juta-2 juta BSM gas, dan hampir 1 juta barrel minyak. Sementara
kebutuhan hanya sekitar 2,5 juta BSM per hari. Kenyataan bahwa negeri ini
rentan terhadap krisis energi menandakan bahwa ada mis-alokasi dalam kebijakan
supply-demand.
Dituntut transparan
Keempat, publik menilai sektor energi
rawan korupsi dan penyimpangan. Data dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan
menunjukkan, selama 2000- 2008 potensi kerugian negara akibat pembebanan cost
recovery sektor migas yang tak tepat mencapai Rp 345,996 triliun. Dalam 8
tahun, rata-rata potensi kerugian negara mencapai Rp 38,4 triliun per tahun
atau Rp 1,7 miliar tiap hari. Pada pemeriksaan semester II-2010, BPK kembali
menemukan 17 kasus ketidaktepatan pembebanan cost recovery yang berpotensi
merugikan negara 66,47 juta dollar AS.
Publik menuntut transparansi,
akuntabilitas, efisiensi, dan optimalisasi penerimaan negara dari sektor yang
menguasai hajat hidup orang banyak. Sebelum menaikkan harga BBM, pemerintah
harus lebih dahulu meyakinkan rakyat bahwa tata kelola perminyakan telah bersih
dari praktik penyimpangan, efisien, dan bebas dari tangan para mafia. Tanpa
langkah-langkah pembenahan di sektor migas, pemerintah kehilangan basis moral
untuk menaikkan harga BBM.
(Sumber:kompas/22Maret
2012/humasristek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar