Sabtu, 09 Juni 2012

SERBA-SERBI INDIKATOR

1.  TITRASI
 
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di analisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui, unknown). Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri. Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama, volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling menetralkan (Keenan, 1998: 422-423).
            Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218).
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu denga memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dala titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen (syukri, 1999 : 428).
Larutan standar ada dua macam, yaitu:
  1. Larutan standar primer
  2. Larutan standar sekunder
 Larutan standar primer adalah larutan yang dibuat dengan saksama dan berdasarkan perhitungan yang sempurna, jadi konsentrasi didapat dari hasil perhitungan,karena senyawa ini bersifat stabil.
Larutan standar sekunder adalah larutan yang dibuat seadanya (tidak harus saksama, bukan berarti asal-asalan hanya tidak seteliti primer) dan kadar diketahui setelah dilakukan titrasi terhadap larutan standar primer atau istilahnya adalah proses pembakuan.

2. INDIKATOR 

Indikator adalah suatu zat penunjuk yang dapat membedakan larutan, asam atau basa, atau netral. Alearts dan Santika (1984) melampirkan beberapaindikator dan perubahannya pada trayek PH tertentu, kegunaan indikatorini adalah untuk mengetahui berapa kira-kira PH suatu larutan. Disampingitu juga digunakan untuk mengetahui titik akhir kosentrasi pada beberapaanalisa kuantitatif senyawa organik dan senyawa anorganik.(Nonimus 2008). Berbagai teori telah dikemukakan dalam menerangkan sifat asam danbasa, diantaranya Arrhenius.Arrhenius adalah suatu teori yang mendefinisikan asam sebagaisuatu senyawa yang apabila dilarutkan dalam air akan membebaskan ionhidrogen (Hx) sedangkan basa adalah senyawa yang apabila dilarutkandalam air akan melepaskan ion hidroksida (OH-). Jadi reaksi netralisasiyang merupakan reaksi antara asam dan basa membentuk garam dan air,secara sederhana dapat ditulis :    H++ OH-→H2O
Tetapi kelemahan teori Arrhenius adalah hanya terbatas pada larutandengan pelarut air, walaupun asam dan basa sebenarnya juga pada larutandengan pelarut baku air :Contoh :Misalkan reaksi yang berlangsung pada larutan dengan amonia cairsebagai pelarut :

NH4CL + NaNH2→ NaCL + NH3

Reaksi ionnya :            NH4 + NH2→2NH3

 Pada tahun 1922 – 1923 J.N Bronsted dan M Lawry mengusulkansebuah teori baru yang lebih umum dari teori Arrhenius. Bronsted damLawry mendefinisikan asam sebagai senyawa yang dapat memberikan proton pada spesies lain.Secara umum dapat ditulis sebagai : 
A H+      +     B
asam       proton        basa  
pada tahun 1923 G. N Lewis menganjurkan konsep basa terhadap asamdan basa. Lewis mendefinisikan suatu asam sebagai senyawa yang dapatmenerima sepasang elektron sedangkan basa adalah suatu senyawa yangdapat memberikan sepasang elektron.

Jumat, 08 Juni 2012

Berlaku kah Pasal 33 UUD 1945 ????


A.    PERUSAHAAN MIGAS ASING DI INDONESIA
Berdasarkan data Dirjen Migas tahun 2009 menyebutkan, perusahaan penguras minyak utama di Indonesia didominasi perusahaan asing. PT Chevron Pacific Indonesia, perusahaan minyak asal AS ini menempati urutan pertama sebesar 44%. Sementara Pertamina dan mitra hanya sebesar 16%.Posisi ketiga ditempati Total E&P sebesar 10%. Selanjutnya, Conoco Philip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, British Petrolium 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1% dan perusahaan lainnya 3%. 
Sementara itu, berdasarkan data 2010, Chevron hanya memiliki wilayah kerja 8.700 kilometer persegi, tingkat produksi Chevron telah mencapai 41,30 barel per hari per kilometer persegi. Chevron masih menjadi produsen minyak bumi dan gas terbesar di Indonesia dengan kapasitas 356 ribu barel per hari.
Sementara itu, Total EP Indonesia hanya memiliki luas wilayah 3.121 kilometer persegi, namun produksi per luas wilayah perusahaan asal Prancis ini mencapai 28,64 barel per hari per kilometer persegi. Total EP memproduksi migas 82.232 barel per hari, atau 9.768 barel lebih rendah dari target sebesar 92 ribu barel.
Laju pengurasan minyak Pertamina EP pada 2010 baru mencapai 4,46 persen, masih kalah dibandingkan Chevron 8,8 persen, ConocoPhillips (Amerika) yang sebesar 55,1 persen, dan CNOOC (China) 21,4 persen. Berdasarkan evaluasi, data laju pengurasan minyak Pertamina EP di bawah rata rata nasional, yaitu 8,8 persen.
Sementara, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) mengatakan, tingkat pengurasan cadangan minyak Indonesia ternyata sangat tinggi, mencapai delapan kali laju pengurasan di negara-negara penghasil minyak utama dunia, seperti Arab Saudi dan Libya.
 Produksi Semakin Turun
Penemuan cadangan minyak yang berukuran cukup besar di Indonesia umumnya terjadi di Indonesia barat. Misalnya Lapangan Minas, Duri, dan terakhir Cepu. Pengurasan cadangan Minas sudah dilakukan sejak tahun 1950-an dan mencapai puncaknya pada 1975 - 1976 dengan tingkat produksi di kisaran 250 ribu barel per hari dan menjadi penyumbang terbesar terhadap produksi nasional 1,5 juta barel per hari.
Sejak saat itu produksi Minas terus menurun dan kini hanya menghasilkan sekitar 70 ribu barel per hari. Penurunan dari Minas ini masih ditutupi dari pengurasan cadangan Duri yang dimulai sekitar tahun 1980-an dengan tingkat produksi 400 ribu barel per hari dan membuat produksi nasional kembali mencapai puncaknya di tahun 1995- 1996 dengan produksi sebesar 1,6 juta barel per hari.
Selanjutnya lapangan Duri-pun terus menurun produksinya seiring dengan menipisnya jumlah cadangan yang tersisa. Kini kedua lapangan Minas dan Duri hanya menghasilkan sekitar 360 ribu barel per hari.
Penemuan lapangan minyak lainnya ukurannya jauh lebih kecil. Sebaliknya eksplorasi yang belakangan ini gencar dilakukan di Indonesia timur menghasilkan penemuan cadangan-cadangan gas dalam jumlah besar, bukan minyak.  Misalnya Tangguh, area deepwater Selat Makassar (Gandang, Gendalo, Gehem, dan lain-lain), Masela (Laut Timor), dan terakhir oleh Genting Oil di Bintuni.
Dari dua kenyataan itu, maka cadangan terbukti minyak nasional Indonesia terus menyusut dalam 10 tahun ini dari 4,3 miliar barel menjadi 3,9 miliar barel. Sementara cadangan gas kita masih tetap tinggi, lebih dari 104 triliun kaki kubik.
(http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=7833&type=6)

SPBU Asing Makin Diuntungkan
Karena subsidi bahan bakar minyak (BBM) dirasa kian membebani APBN, Wakil Presiden Boediono menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan Indonesia harus bebas subsidi BBM di tahun 2015. Kebijakan tersebut bisa dilakukan secara per lahan dengan membatasi persediaan BBM bersubdsidi semacam premium. Kedepannya, premium beredar di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan sesuai dengan harga pasar tanpa subsidi. Bebas bersubsidi juga diartikan, masyarakat Indoensia akan dipaksa konversi dari premium ke pertamax.
Pembatasan telah dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu dengan berbagai program. Diantaranya berbentuk himbauan terhadap kendaraan pribadi untuk menggunakan BBM non-subsidi yakni pertamax. Himbauan ini berimplikasi terhadap kalangan menangah atas melakukan konversi dari premium ke pertamax. Pembatasan dan pencabutan subsidi juga akan berdampak pada semua kalangan masyarakat melakukan konversi dari premium ke pertamax. Hal ini karena, perusahaan asing ikut campur dalam kebijakan pemerintah. Pihak asing lah yang berada di belakang pengurangan subsidi BBM karena mereka punya kepentingan dalam memperluas ekspansinya di berbagai negara dunia ketiga.
Pertamina merupakan perusahaan minyak berplat merah punya monopoli dalam pendisitribusiannya. Namun, sejak dibukanya kebijakan perdagangan bebas BBM di Indonesia pada tingkat hilir, Pertamina tak memegang kuasa monopoli lagi. Akibatnya, SPBU-SPBU asing banyak beroperasi di beberapa kota besar menjual pertamax. Faktanya tahun 2007, SPBU Shell milik perusahaan Belanda mendirikan 20 SPBU di Jakarta, Tangerang dan Depok. Sementara SPBU Petronas milik perusahaan Malaysia memiliki 11 SPBU di wilayah Jabodetabek. Tahun 2008, 4 SPBU Petronas beroperasi di kota Medan, lalu menjalar ke kota Bandung.
Chevron sebentar lagi akan merajai pasar minyak di tingkat hilir Indonesia. Sehigga SPBU asing akan banyak berdiri, Pertamina akan kewalahan menghadapi pesaing-pesaing tersebut. Pada awal dibukanya saja, Pertamina buru-buru melakukan penataan manajemen di semua SPBU, terutama yang berdiri di kota-kota besar menghadapi persaingan tingkat hilir. Di tingkat hulu saja, Pertamina sudah kalah, di tingkat hilir pun pasti akan kalah.
Lebih gila lagi kelakuan BP Migas tahun 2006 pernah berrencana membuka lelang public service obligation BBM bersubsidi bagi SPBU asing. Tentunya perusahaan minyak asing tidak mau menjual BBM bersubsidi ke Indonesia. Mereka juga punya warga yang harus disubsidi di negaranya.
Pada awal kemerdekaan Malaysia, Petronas banyak berguru kepada Pertamina. Sekarang sang guru diinjak-injak oleh sang murid. Tengok saja yang telah dilakukan Malaysia terhadap Pertamina yang akan membuka SPBU di negeri tetangga itu, Malaysia mempersulit izin dan membebankan biaya lebih mahal dibanding Petronas yang membuka SPBU di Indonesia.
Penjualan pertamax di Indonesia yang diraup SPBU asing tadi mengalahkan Pertamina. SPBU asing bisa menjual 70 kilo liter per hari, Pertamina hanya mampu menjual 10-20 kilo liter per hari. Itu baru awal, jika BBM bersubsidi sudah dicabut, Pertamina bisa collapskarena masyarakat memiliki satu pilihan jenis BBM dan banyak memilih SPBU asing.
Saat ini saja, 40 perusahaan minyak asing sudah memiliki izin mendirikan SPBU di Indonesia. Masing-masing perusahaan memiliki hak mendirikan 20 ribu SPBU. Berarti 800 ribu SPBU asing akan berkeliaran di wilayah Indonesia. Tak hanya Shell dan Petronas saja, Exxon Mobill dan Chevron juga akan memiliki banyak SPBU.
Indonesia sudah kalah dalam berbagai perekonomian karena kapitalisme yang dilancarkan pihak asing. Atas nama persaingan global, Indonesia mau saja dikelabui oleh asing. Padahal Karl Marx dulu pernah menggarisbawahi, betapa jahatnya perdagangan bebas atau persaingan globat itu. Marx melihat dengan mata sendiri bagaimana negara maju menjajah negera berkembang dengan persaingan global.
Indonesia sebagai negara berkembang atau negara dunia ketiga tidak mampu bersaing dengan negara-negara maju. Apalagi, bangsa Indoensia lebih menyukai produk asing dibanding dengan produk dalam negeri. Pembentukan seperti itu bukan hanya faktor internal saja, tapi faktor eksternal dengan intervensi asing bisa membentuk bangsa seperti ini. Akibatnya, kini Negara Indonesia sudah tidak bisa lagi menguasai sumber-sumber alam dari mulai tingkat hulu hingga tingkat hilir.
(http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/04/04/spbu-asing-makin-diuntungkan/)

SPBU asing tertawa, rakyat kecewa

Padahal sudah diketahui Pasal 33 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak di bumi nusantara ini, sepenuhnya dikuasai negara dan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Perlu dicatat bahwa minyak mentah yang berada di perut bumi negeri ini adalah milik rakyat tanpa pandang bulu baik kaya maupun miskin. Pemerintah c/q Pertamina hanya diamanatkan rakyat untuk mengelolanya dengan baik demi kesejahteraan bangsa. Di mana, jika hasil kelolaannya harus ditebus oleh rakyat dengan basis harga keekonomian atau pasar bebas tentu rakyat akan menjerit, lantaran imbasnya akan memicu harga barang lainnya jadi meroket. Oleh karenanya, perlu subsidi atau bantuan dari pemerintah. Apa pun alasannya, mencabut subsidi BBM akan berimplikasi memberatkan ekonomi masyarakat, terutama lapisan bawah.
Menurut Dewan Pakar Masyarakat Ketenagalistrikan Wilayah Jawa Timur, beralih dari BBM ke BBG atau energi alternatif lainnya untuk transportasi adalah pilihan yang mau tidak mau ke depannya harus dilaksanakan. Karena, kekayaan alam berupa minyak bumi–energi fosil-cadangannya semakin menipis. Pemerintah menyadari bahwa tidak seluruh pemilik mobil pribadi akan mampu membeli BBM nonsubsidi. Oleh sebab itu, Menteri ESDM mengimbau agar masyarakat yang demikian beralih saja ke BBG dan atau berpaling menggunakan transportasi umum yang lebih murah.
Ide ini aneh. Masyarakat bukannya tidak mau, namun tahu sendiri, apa sarana dan prasarana untuk itu semua sudah tersedia dengan memadai? Ibaratnya, orang lagi lapar ditawari makan, tapi makanannya tidak tersaji, bisa ngamuk mereka. Jadi seyogianya pemerintah mengadopsi slogan Perum Pegadaian, “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Kebijakan pembatasan hanya menguntungkan SPBU asing. Beberapa kemungkinan buruk yang terjadi jika pemerintah melakukan pembatasan dengan cara mengalihkan pemakaian BBM ke pertamax.
Pertama, SPBU asing akan mendominasi di Indonesia. Sebab, pertamax di dalam negeri tak akan mampu menggantikan jumlah premium yang beredar di masyarakat. Pengguna akan beralih membeli BBM ke SPBU asing yang harga jualnya sedikit lebih murah dan citranya memberikan kualitas dan pelayanan lebih bagus.
Kedua, pembatasan premium untuk kendaraan golongan tertentu akan menyebabkan lonjakan sepeda motor dua kali lipat. Pemerintah merencanakan premium hanya untuk kendaraan plat kuning dan sepeda motor. Saat ini, porsi sepeda motor menikmati BBM subsidi mencapai 30 persen.
Ketiga, penyalahgunaan BBM subsidi. Jika BBM subsidi dibatasi hanya untuk kendaraan transportasi umum, maka terjadi penyalahgunaan fungsi. Sederhananya, sopir-sopir angkutan umum lebih tertarik menjadi penjual premium dibandingkan menarik angkutan umum. Mereka akan membuka kios-kios BBM subsidi baru yang berikutnya berakibat tujuan pengalokasian BBM subsidi tak tercapai.
Ironisnya, kilang minyak milik Indonesia tapi hanya bisa mengelola minyak asing. Sebagai contoh kilang minyak Pertamina yang terletak di Cilacap tidak bisa mengelola minyak bumi yang dihasilkan oleh ladang di Indonesia. Hal itu disebabkan sejak awal kilang tersebut dirancang untuk mengolah minyak mentah dari Timur Tengah. Ini memang ironis karena kilang Cilacap sangat strategis. Di tempat itulah diproduksi bahan bakar yang menyuplai 44 persen kebutuhan energi nasional, di antaranya 75 persen di Pulau Jawa.
Salah satu penyebab berubahnya status Indonesia dari pengekspor menjadi pengimpor minyak adalah tidak mencukupinya fasilitas kilang minyak yang mampu mengolah minyak dalam negeri.
Saat ini, setiap harinya Indonesia mengekspor 900 ribu barel minyak mentah ke berbagai negara sementara total impor barang yang sama adalah 1,4 juta barel per hari. Kilang Cilacap memang sejak awal dirancang untuk mengolah jenis minyak yang dihasilkan dari ladang di Timur Tengah, tujuannya agar kilang itu bisa memproduksi bukan hanya bahan bakar minyak, namun juga produk bukan BBM seperti aspal dan pelumas.
Mengingat kenaikan konsumsi bahan bakar yang terus tumbuh 3,5 persen per tahun, maka pemerintah segera membangun kilang minyak yang bisa mengolah minyak bumi dalam negeri untuk memastikan ketahanan energi nasional. Sebanyak 30 persen kebutuhan bahan bakar di negara kita dipenuhi dari impor.
Dengan kenaikan konsumsi akibat pertumbuhan ekonomi dan aktivitas industri, produksi minyak dalam negeri harus ditingkatkan jika kita tidak mau terus bergantung. Sampai saat ini terdapat 10 kilang minyak di Indonesia dengan tujuh di antaranya dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara PT Pertamina. Ironisnya, kebanyakan minyak yang diproduksi dari ladang Indonesia justru diekspor ke luar negeri.
33 Perusahaan Migas Asing Penunggak Pajak, Rugikan Negara Rp 6 Triliun
Daftar perusahaan asing migas (minyak dan gas) yang menunggak pajak bertambah banyak. Indonesian Corruption Watch (ICW) mensinyalir jumlah perusahaan asing itu mencapai 33, melebihi jumlah perusahaan penunggak pajak yang disebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya, yaitu 16.
Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, FIrdaus Ilyas mengatakan, yang disampaikan KPK tersebut hanyalah sebagian kecil dari perusahaan yang bergerak di bidang migas yang belum bayar pajak. ICW mengindentifikasi, ada 33 perusahaan migas belum menunaikan pembayaran pajak.
“Sebagian besar memang perusahaan asing, tapi ada juga perusahaan lokal,รข€ kata Firdaus saat memaparkan hasil kajian ICW tentang perusahaan migas penunggak pajak di Kantor ICW, Jakarta, Senin (18/7).
Data yang diperoleh ICW tersebut berasal dari hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang direview kembali oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sejak 2008 hingga 2010. Sebanyak 33 perusahaan itu menunggak pajak yang jumlahnya selama dua tahun itu mencapai US$ 583 juta atau sekitar Rp 6 triliun.
Berikut 33 perusahaan migas penunggak pajak dan besar utang pajak yang belum dibayar:
1. VICO (US$ 42,9)
2. BP West Java Ltd (US$ 35,12)
3. Total E&P Indonesie (US$ 4.245)
4. Star Energy (US$ 17.095)
5. Petrichina International Indonesia Ltd Block Jabung (US$ 62.9)
6. ConocoPhillips South Jambi Ltd US$ (3.45)
7. Chevron Makassar Ltd Blok Makassar Strait.(US$ 16.7)
8. JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia Ltd (US$ 11.45)
9. Chevron Pacific Indonesia- Blok MFK (US$ 185.699,97)
10. Exxon Mobil Oil Indonesia Inc. (US$ 41.763)
11. Mobil Exploration Indonesia Inc. Nortg Sumatera Offshore Block. (US$ 59.9)
12. Premier Oil Sea BV (US$ 9.278)
13. CNOOC SES Ltd (US$ 94.23)
14. BOB PT BSP-Pertamina Hulu (US$ 1.523)
15. CPI (Area Rokan) (US$ 4.145)
16. Kondur Petroleum (Area Malacca Strait) (US$ 165.334)
17. Conocophillips (Grissik) Area Corridor-PSC (US$ 84.774)
18. JOB PSC Amerada Hess (area Jambi Merang) (US$ 480.648)
19. JOB PSC Golden Spike (Area Raja Pendopo) (US$ 628.162)
20. JOB (PSC) Petrochina Int’l (Area Tuban) (US$ 7.679)
21. JOB (PSC) Talisman-OK (Area Ogan Komering) (US$ 233.425)
22. JOA (PSC) KODECO (Area West Madura) (US$ 6.229)
23. Chevron Ind (Area East Kalimantan) (US$ 8.703)
24. Kalrez Petroleum (Area Bula Seram) (US$ 290.000)
25. Petrochina Int’l Bermuda Ltd (Area Salawati Basin, Papua) (US$ 2.961)
26. JOB PSC Medco E&P Tomori (Area Senoro Toili, Sulawesi) (US$ 1.863)
27. PT Pertamina EP (Area Indonesia) (US$ 16.921)
28. BOB PT BSP Pertamina Hulu (Area CPP) (US$ 1.206)
29. Premier Oil (Area Natuna Sea) (US$ 38.368)
30. Phe Ogan Komering -JOB P TOKL (US$ 2.105)
31. BP Berau Ltd (Area off Berau Kepala Burung Irian Jaya) (US$ 4.619)
32. BP Muturi Ltd (Area Ons Off Murturi, Irian Jaya) (US$ 19.376)
33. BP Wiriagar Ltd (Area Wiriagar, Papua).(US$ 501.451)
(sumber: ICW mengutip audit BPK)
Dari 33 perusahaan tersebut, 10 termasuk penunggak terbesar. yakni:
- CNOOC SES Ltd (USD 94,2 juta)
- Conocophillips (Grissik) (USD 84,7 juta)
- Petrochina International (USD 62,9 juta)
- Mobil Exploration Indonesia (USD 59,9 juta)
- VICO (USD 42,9 juta)
- ExxonMobil Oil Indonesia Inc (USD 41,7 juta)
- Premier Oil (USD 38,3 juta)
- BP West Java Ltd ( USD 35,1 juta)
- Star Energy (USD juta)
- PT Pertamina EP (USD 16,9 juta).
(sumber: ICW mengutip audit BPK)
Menurut Firdaus, data hasil kajian tersebut telah diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Terkait hal tersebut, ICW meminta menteri keuangan untuk melakukan review terhadap laporan BPK dan BPKP tersebut dengan mengeluarkan surat kurang bayar. “Apabila ada dugaan pidana pajak, dirjen pajak wajib membawa ke ranah hukum,” kata dia.
(http://indonews.org/33-perusahaan-migas-asing-penunggak-pajak-rugikan-negara-rp-6-triliun/)

"CEO TERKAYA"

CEO singkatan dari Chief Executive Officer" (bahasa Indonesia: Pejabat Eksekutif Tertinggi). Ada banyak CEO di negara kita terutama di perusahaan-perusahaan besar, meski begitu hanya sedikit sekali CEO yang piawai dalam pekerjaan mereka. Kenyataannya hanya 1 dari 20 orang CEO berada di puncak. Dan sebagian besar tidak mengetahui apa pekerjaan mereka sebenarnya dan hanya sedikit yang bisa melakukan dengan baik.
Pekerjaan CEO bisa dikatakan sederhana, tetapi sama sekali tidak mudah. Seorang CEO memiiki tingkat tanggung jawab yang tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya. Seorang CEO bisa bertanggung jawab atas tugas-tugas operasionalisasi sehari-hari hingga tindakan yang diperlukan dalam langkah bisnis. Dalam sebuah usaha rintisan teristimewa, peranan CEO sangatlah krusial. Ia adalah seorang pimpinan yang bertanggung jawab atas kegagalan atau kesuksesan sebuah perusahaan. Operasi, pemasaran, strategi, pendanaan, penciptaan budaya perusahaan, sumber daya manusia, perekrutan tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja, penjualan, hubungan masyarakat, dan sebagainya. Semua urusan tersebut umumnya ditangani oleh seorang CEO.
Itulah mengapa seorang CEO harus dipilih dengan baik. Dan jika kita memiliki sebuah usaha dan kita ingin memilih seseorang sebagai CEO, kita harus mengetahui syarat-syarat apa yang harus dipenuhi seorang individu agar bisa menjalankan mandat sebagai CEO dengan baik

Eike Batista, 56
Perusahaan: EBX
Nilai bersih: $31,6 miliar (Rp 288,5 triliun)
Gaji: Tidak tersedia
Eike Batista adalah pria terkaya di Amerika Selatan dan pendiri serta CEO perusahaan EBX. Awalnya ia adalah penjual asuransi dari rumah ke rumah sampai sekarang menjadi taipan bisnis Brasil. Batista mendapat keuntungan dari membeli emas penambang Amazon pada awal 1980an dan mendirikan EBX pada 1983. Perusahaan ini kini terdiri dari 10 perusahaan, lima terdaftar di bursa efek Brasil, Bovespa. Fokus bisnis ini adalah minyak bumi, logistik, pertambangan, real estat, dan olahraga. Saham Batista di OGX, salah satu anak perusahaannya, kedua terbesar di Brasil, senilai $ 19,1 miliar (Rp 174,4 triliun). Sahamnya juga tersebar di MPX yang menangani energi, MMX yang menangani pertambangan, dan ia memiliki pesawat jet Gulfstream senilai $ 61 juta (Rp 557 miliar).

Lawrence J. Ellison, 67
Perusahaan: Oracle
Nilai bersih: $35 miliar (Rp 319,65 triliun)
Gaji 2011: $77,6 juta (Rp 708,6 miliar)

Sebagai salah satu pendiri dan CEO Oracle, Larry Ellison adalah orang terkaya keenam di dunia dan ketiga terkaya di AS, menurut Forbes. Ellison turut mendirikan Oracle pada 1977. Perusahaan itu kemudian mendapat kontrak CIA pada tahun yang sama untuk membangun sistem data. Pada 1980, perusahaan itu hanya memiliki 8 karyawan dan keuntungan kurang dari $ 1 juta. Tahun berikutnya IBM mengadopsi sistem Oracle dan penjualannya meningkat dua kali lipat sampai tujuh tahun ke depan. Saham Ellison di Oracle belum mencapai $32,8 miliar atau Rp 299,5 triliun. Sebagai penyuka olahraga layar, yacht milik Ellison, Rising Sun, adalah salah satu kapal pribadi terbesar di dunia yang nilainya mencapai $ 200 juta (Rp 1,8 triliun).

Warren Buffett, 81
Perusahaan: Berkshire Hathaway
Nilai bersih: $44,7 miliar (Rp 408,2 triliun)
Gaji 2011: $491.925 (Rp 4,4 miliar)

Sebagai ketua dewan direksi dan CEO Berkshire Hathaway, Warren Buffett adalah CEO terkaya kedua dunia dan orang terkaya ketiga dunia. Perusahaannya termasuk American Express, Coca-Cola, Costco, dan Moody's. Buffett pernah menjadi loper koran di Omaha, Nebraska pada 1940an dan dari situ ia menghasilkan $ 5000 (Rp 45,6 juta) sehingga ia bisa meluncurkan perusahaan investasi yang kemudian 'melahirkan' Berkshire. Rumah buffett di Laguna Beach, California diperkirakan mencapai $ 2,7 juta (Rp 24,6 miliar) tapi dia diketahui selalu tinggal di rumah lamanya di Omaha sejak 1958.

Carlos Slim, 72
Perusahaan: Grupo Carso, Telmex, America Movil
Nilai bersih: $70 miliar (Rp 639,2 triliun)
Gaji: Tidak tersedia

Selama tiga tahun berturut-turut, Slim adalah pria terkaya di dunia. Kekayaannya hampir mencapai 6 persen dari pendapatan domestik Meksiko. Slim yang keturunan Lebanon adalah ketua dewan direksi dan CEO tiga perusahaannya, raksasa telekomunikasi Telmex dan American Movil, perusahaan ponsel ketiga terbesar dunia dari segi pelanggan. Ia juga konglomerat Grupo Carso. Slim membangun kekaisarannya dengan membeli perusahaan yang bermasalah, memutarnya jadi untung. Mayoritas kekayaan Slim berasal dari sahamnya di Grupo Carso, bernilai $ 60,5 miliar (Rp 552,5 triliun). Dia juga terkenal akan koleksi benda seninya yang mencapai $ 700 juta (Rp 6,3 triliun).

Charles G. Koch, 76
Perusahaan: Koch Industries
Nilai bersih: $24,7 miliar (Rp 225,5 triliun)
Gaji: Tidak tersedia

Charles G. Koch adalah ketua dewan direksi dan CEO Koch Industries -- salah satu perusahaan privat terbesar di Amerika Serikat sejak 1967. Pemasukan tahunan grup ini mencapai lebih dari $ 100 miliar, menurut Forbes, atau setara dengan Rp 913,2 triliun. Koch Industries didirikan oleh ayah Charles, Fred C. Koch dan teman sekelasnya, Lewis E. Winkler pada 1925 sebagai Winkler-Koch Engineering. Perusahaan ini kemudian menemukan metode yang dapat mengubah minyak menjadi menjadi bensin. Setelah Fred Koch meninggal pada 1967, dua anak laki-lakinya Charles dan David, dua-duanya insinyur, mengambilalih dan mengubah perusahaan skala menengah asal Kansas menjadi kekaisaran global dan hadir di 60 negara. Minat perusahaan berkembang ke energi, tekstil, petrokimia, serta pulp.

Sheldon Adelson, 78
Perusahaan: Las Vegas Sands
Nilai bersih: $24,6 miliar (Rp 224,6 triliun)
Gaji 2010: $11,35 juta (Rp 103, 7 miliar)

Sheldon Adelson adalah ketua dan CEO Las Vegas Sands, salah satu perusahaan kasino yang bernilai tinggi. Adelson hidup miskin di Boston, ia kemudian bekerja di sektor keuangan sebelum mengembangkan salah satu pameran komputer terbesar di dunia, COMDEX pada 1979. Sepuluh tahun kemudian, ia membeli Sands Hotel & Casino di Las Vegas dan membangun Sands Expo & Convention Centre. Pada 1995, Adelson menjual COMDEX seharga $ 860 juta (Rp 7,8 triliun) dan membangun Venetian Resort Hotel Casino seharga $1,5 miliar atau Rp 13,69 triliun. Sejak itu, ia mengembangkan kerajaan kasinonya dan kini memiliki Sands Makau dan Venetian di Makau. Ia juga membangun kasino Marina Bay Sands di Singapura.

Lakshmi Mittal, 61
Perusahaan: Arcelor-Mittal
Nilai bersih: $19,1 miliar (Rp 174,4 triliun)
Gaji 2011: $1,739 juta (Rp 15,8 miliar)

Lakshmi Mittal adalah pendiri dan CEO ArcelorMittal -- produsen besi terbesar di dunia. Taipan besi berusia 61 tahun ini mendirikan perusahaan pada 1976 sebagai LNM Group, berpisah dari bisnis besi keluarganya. Firma itu kemudian bergabung dengan Arcelor pada 2006 untuk membentuk ArcelorMittal. Saham Mittal sebagai ketua grup ini bernilai $ 13,2 miliar atau Rp 120,5 triliun. Rumahnya di London berharga $ 500 juta atau Rp 4,5 triliun dan yachtnya bernama Amevi berharga $ 200 juta atau Rp 1,8 triliun. Mittal juga memiliki saham 33 persen di salah satu klub sepakbola English Premier League, Queen's Park Rangers. Anak laki-laki, Aditya (di foto) adalah Chief Financial Officer sementara anak perempuannya, Vanisha, adalah salah satu dari 10 anggota dewan direksi. Pernikahan Vanisha pada 2004

Larry Page, 39
Perusahaan: Google
Nilai bersih: $18,3 miliar (Rp 167,1 triliun)
Gaji 2010: $1.786 (Rp 16,3 juta)

Salah satu pendiri Google Larry Page adalah CEO pertama perusahaan tersebut, tapi kemudian ia mundur pada 2001 dan menjadi Presiden untuk bagian produk. Page kemudian kembali menjadi CEO tahun lalu. Orangtua Page adalah profesor komputer di University of Michigan. Page sudah bermain dengan komputer sejak usia 6 dan pada usia 12 ia tahu bahwa ia akan mendirikan sebuah perusahaan. Kekayaan Page meroket pada 2004 ketika Google menawarkan sahamnya ke publik dan mengumpulkan dana $1,7 miliar (Rp 15,5 triliun) menjadikan ini sebagai salah satu IPO terbesar buat perusahaan internet. Nilai sahamnya di Google diperkirakan mencapai $ 16,4 miliar atau Rp 149,7 triliun. Page juga memiliki sebuah yacht sepanjang 59 meter seharga $ 45 juta (Rp 410,9 miliar) bernama Senses.

Mark Zuckerberg, 27
Perusahaan: Facebook
Perusahaan: Facebook
Nilai bersih: $18,1 miliar (Rp 165,29 triliun)
Gaji 2011: $1,49 juta (Rp 13,6 miliar)

Pada usia 27, Mark Zuckerberg adalah CEO termuda di daftar ini. Sebagai pendiri dan CEO dari jejaring sosial terbesar di dunia dengan 845 juta pengguna, Zuckberg dipastikan akan naik dalam peringkat ini saat saham Facebook dilepas ke pasar tahun ini. Sahamnya yang berjumlah 28 persen di perusahaan diperkirakan bernilai $17,9 miliar atau Rp 163,4 triliun. Penawaran saham Facebook ke publik akan menaikkan nilai Zuckerberg sampai $ 28 miliar atau Rp 255,7 triliun.

Aliko Dangote, 55
Perusahaan: Dangote Group
Nilai bersih: $11,2 miliar (Rp 102,2 triliun)
Gaji: $16.510 (Rp 150,7 juta)

Miliuner Aliko Dangote adalah pria terkaya di Afrika menurut Forbes. Dia juga pendiri dan CEO Dangote Group, perusahan terbesar di Nigeria berdasarkan ukuran pasar, Dangote Cement. Dangote mengawali perusahaan tersebut pada 1977 sebagai perusahaan dagang beras, gula, dan semen sebelum kemudian bergerak di bidang manufaktur dan menjadi salah satu konglomerat terkaya Afrika. Grup ini kini memiliki 13 unit seperti real estat, telekomunikasi, serta minyak, dan gas bumi. Dangote Group beroperasi di 14 negara di Afrika dan mencatat penerimaan lebih dari $3 miliar (Rp 27,3 triliun) pada 2010, menurut situsnya. Mayoritas sumber kekayaan Dangote adalah sahamnya di Dangote Cement, diperkirakan bernilai $9,6 miliar (Rp 87,6 triliun). Aset kedua terbesarnya adalah perusahaan di Dangote .

CEO INDONESIA
Direktur Utama Bank Mandiri, Zulkifli Zaini, dinobatkan oleh jurnal ekonomi Corporate Governance Asia sebagai the Best CEO (Investor Relations) di Indonesia. Perhelatan pemberian penghargaan oleh media berbasis di Hong Kong itu diselenggarakan pada Jumat, 30 Maret 2012, di Hotel Renaissance Harbour View, Hong Kong. Zulkifli menyisihkan 40 perusahaan Indonesia, hampir semuanya sudah go public.
Bersama Zulkifli, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri, Pahala N. Mansury, menerima penghargaan sebagai the Best CFO (Chief Financial Officer) di Indonesia. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan survei yang dilakukan Corporate Governance Asia kepada sekitar 14 ribu korporasi di 14 negara di Asia selama kurun waktu Maret-September 2011.
Zulkifli mengatakan transparansi informasi yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan oleh para investor agar mereka bisa mengukur kapabilitas Bank Mandiri dalam mengeksekusi rencana dan merealisasikan potensi bisnisnya ke depan. “Jika tidak, para investor akan lari ke perusahaan lain yang lebih transparan,” katanya. Tahun lalu Bank Mandiri mencatat penerimaan laba bersih sebesar Rp 12,2 triliun atau naik 33 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pencapaian itu memberikan kepada para pemegang saham laba bersih sebesar Rp 525,4 per lembar atau naik 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kapitalisasi pasar Mandiri per akhir Desember 2011 mencapai Rp 157,5 triliun (US$ 17,4 triliun). Pada 2014 Bank Mandiri menargetkan kapitalisasi pasar sebesar Rp 225 triliun. Pada Januari tahun lalu Mandiri juga melaksanakan penerbitan saham baru (right issue). Langkah korporasi ini menambah modal Mandiri sebesar Rp 11,68 triliun. Dengan begitu rasio kecukupan modal (CAR) Bank Mandiri meningkat menjadi 15,34 persen pada Desember 2011.
Angka tersebut jauh di atas persyaratan Bank Indonesia sebesar 8 persen. Selain dua penghargaan tersebut, Bank Mandiri juga meraih dua penghargaan lain, yakni The Best Investor Relations Company dan The Best Investor Relations Website/Promotion.

Dua penghargaan ini diterima oleh Chief Economist Bank Mandiri Destry Damayanti dan Senior Vice President Compliance Bank Mandiri Himawan Subiantoro. Selain itu Presiden Direktur PT AKR Corporindo Tbk Haryanto Adikoesoemo juga menerima penghargaan untuk kategori the Best CEO (Investor Relations) di
Indonesia.

Salah Kelola Sektor Energi
Jumat 23 Maret 2012

M Kholid Syeirazi Sekretaris Jenderal PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak makin bulat dengan dipercepatnya pengajuan RAPBN-P 2012 ke DPR. Harga BBM diusulkan naik sekitar 30 persen.
Pemerintah punya alasan kuat memilih opsi kenaikan, antara lain karena Indonesia adalah net oil importer; setiap kenaikan harga minyak dunia berdampak pada lonjakan subsidi yang berujung pada defisit APBN; subsidi energi cenderung tak tepat sasaran; subsidi energi menyempitkan ruang fiskal APBN untuk mendanai pembangunan sektor produktif; subsidi mendorong perilaku boros energi; dan subsidi menghambat program diversifikasi energi akibat murahnya harga jual energi fosil yang tak terbarui.
Salah kelola
Alasan-alasan ini cukup meyakinkan secara ekonomi, tetapi tidak secara politis. Publik menilai rencana kenaikan harga BBM adalah akibat salah kelola di sektor energi. Salah kelola itu bisa dilihat dari beberapa fakta. Pertama, negeri ini telah merdeka 66 tahun, tetapi 88,8 persen pertambangan migas dikuasai asing. Pertamina, BUMN yang seharusnya jadi alat negara untuk mengontrol cadangan dan produksi migas nasional, hanya menguasai 8,8 persen dari 275 wilayah kerja pertambangan migas. Pemberlakuan UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengukuhkan Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia yang paling ”zalim” terhadap BUMN migas-nya.
Pertamina diposisikan sebagai operator biasa, tidak ada bedanya dengan kontraktor asing. Untuk mengelola blok-blok yang sudah habis kontrak, seperti Blok Mahakam yang akan habis kontrak tahun 2017, BUMN yang 100 persen sahamnya dikuasai pemerintah ini harus ”merengek-rengek” kepada pemerintah.
Kedua, sektor perminyakan makin runyam dengan hadirnya BP Migas sebagai pelaksana kuasa pertambangan pemerintah. BP Migas tak bisa jadi alat negara untuk mengontrol cadangan dan produksi migas karena dia bukan operator (badan usaha) yang terlibat langsung dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas. Ia tak punya sumur, kilang, tanker, truk pengangkut, dan SPBU, serta tidak bisa menjual minyak bagian negara sehingga tak bisa menjamin keamanan pasokan BBM/BBG dalam negeri.
Akibatnya, definisi ”menguasai” sebagaimana dimaksud oleh Pasal 33 UUD 1945 yang mencakup fungsi mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi jadi nisbi dengan keberadaan BP Migas. Sejak pemberlakuan UU Migas dan terbentuknya BP Migas, pemerintah hampir tiap tahun melanggar UU karena lifting minyak sebagaimana ditetapkan UU APBN tak pernah mencapai target. Anjloknya lifting berarti lonjakan impor dan subsidi.
Ketiga, Indonesia kaya sumber-sumber energi, tetapi negeri ini terbenam dalam ketergantungan kepada energi fosil, khususnya minyak bumi. Sekitar 55 persen kebutuhan energi nasional dipasok dari minyak bumi yang membuat APBN sangat rapuh, baik ketika harga minyak dunia naik maupun turun.
Pemanfaatan sumber energi selain minyak belum optimal. Pemerintah kurang mendukung upaya peningkatan ketahanan energi karena justru diekspor, seperti gas (53,11 persen) dan batubara (67,54 persen). Pemanfaatan energi alternatif lain, seperti panas bumi, mikrohidro, biomassa, tenaga surya, dan tenaga angin sangat minim, hanya sekitar 5,7 persen. Dalam sepuluh tahun terakhir, program diversifikasi energi jalan di tempat.
Dilihat dari neraca produksi nasional, total produksi energi final RI sebenarnya surplus. Indonesia memproduksi sekitar 6 juta barrel setara minyak (BSM) per hari, terdiri dari 3 juta BSM batubara, 1,5 juta-2 juta BSM gas, dan hampir 1 juta barrel minyak. Sementara kebutuhan hanya sekitar 2,5 juta BSM per hari. Kenyataan bahwa negeri ini rentan terhadap krisis energi menandakan bahwa ada mis-alokasi dalam kebijakan supply-demand.
Dituntut transparan
Keempat, publik menilai sektor energi rawan korupsi dan penyimpangan. Data dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan, selama 2000- 2008 potensi kerugian negara akibat pembebanan cost recovery sektor migas yang tak tepat mencapai Rp 345,996 triliun. Dalam 8 tahun, rata-rata potensi kerugian negara mencapai Rp 38,4 triliun per tahun atau Rp 1,7 miliar tiap hari. Pada pemeriksaan semester II-2010, BPK kembali menemukan 17 kasus ketidaktepatan pembebanan cost recovery yang berpotensi merugikan negara 66,47 juta dollar AS.
Publik menuntut transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan optimalisasi penerimaan negara dari sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sebelum menaikkan harga BBM, pemerintah harus lebih dahulu meyakinkan rakyat bahwa tata kelola perminyakan telah bersih dari praktik penyimpangan, efisien, dan bebas dari tangan para mafia. Tanpa langkah-langkah pembenahan di sektor migas, pemerintah kehilangan basis moral untuk menaikkan harga BBM.
(Sumber:kompas/22Maret 2012/humasristek)